Bukan Lima Tambah Lima Sama Dengan Sepuluh
Published Friday, February 02, 2007 by Syah in Cerpen, Petuah BijakBukan lima tambah lima sama dengan sepuluh. Tapi, sepuluh itu berapa tambah berapa. -Anonim-
Djalil dan Agung adalah sahabat sejak kecil. Masa kecil mereka selalu terlewati bersama-sama. Dimana ada Djalil, disitu ada Agung. Seolah tak ada kekuatan yang bisa memisahkan persahabatan mereka yang erat.
Waktu pun cepat berlalu. Djalil dan Agung harus melanjutkan hidup mereka masing-masing. Mereka harus dipisahkan ratusan kilometer untuk menuntut ilmu. Pengalaman hidup dan lingkungan sekitar menempa kepribadian mereka. Djalil menjadi seorang yang sangat fanatik terhadap agamanya dan selalu memandang sinis kepada orang lain yang berbeda dengan pandangannya. Sedangkan Agung menjadi seorang yang sangat toleran. Dia sangat menghargai pendapat orang lain di dalam memeluk agamanya masing-masing.
Djalil dan Agung memeluk agama yang sama.
Enam tahun sejak mereka berpisah, telah berlalu. Mereka kembali ke kampung halaman mereka. Suatu saat mereka bertemu.
Djalil : “Wah, gimana kabar kamu ?”
Agung : “Baik kawan. Mulai bulan depan aku sudah mulai bekerja di perusahaan asing.”
Djalil : “Hah? Apa sih untungnya bekerja di perusahaan asing ? salah-salah nanti kamu malah bisa terpengaruh sama pemikiran mereka yang liberal itu kawan.”
Agung : “Menurut aku, kalau kita punya prinsip kuat yang ada di dalam diri kita, mau bergaul dengan liberalis, sosialis, ataupun komunis pun tidak masalah selama kita tidak terpengaruh.”
Djalil : “Gila kamu, tidak mungkin kamu tidak terpengaruh. Jangan kawan, jangan bekerja pada orang-orang kafir itu. Aku takut kalau kamu menjadi seperti mereka.”
Agung : “Ah, sudahlah… bisa-bisa kita bertengkar gara-gara ini. Oh iya, mau coba kacamataku ?
Djalil : “Boleh”
Djalil melepas kacamatanya sendiri, dan mulai memakai kacamata Agung yang disodorkan kepadanya. Saat Djalil, memakainya, yang tampak dimatanya hanyalah cahaya yang amat menyilaukan. Sehingga nyaris membutakan matanya.
Djalil : “Ah, kacamata apa ini. Hanya membutakan mataku saja.”
Djalil membanting kacamata itu dan memakai kacamatanya sendiri sambil berjalan pergi meninggalkan Agung yang hanya bisa tersenyum bijak.
Waktu pun cepat berlalu. Djalil dan Agung harus melanjutkan hidup mereka masing-masing. Mereka harus dipisahkan ratusan kilometer untuk menuntut ilmu. Pengalaman hidup dan lingkungan sekitar menempa kepribadian mereka. Djalil menjadi seorang yang sangat fanatik terhadap agamanya dan selalu memandang sinis kepada orang lain yang berbeda dengan pandangannya. Sedangkan Agung menjadi seorang yang sangat toleran. Dia sangat menghargai pendapat orang lain di dalam memeluk agamanya masing-masing.
Djalil dan Agung memeluk agama yang sama.
Enam tahun sejak mereka berpisah, telah berlalu. Mereka kembali ke kampung halaman mereka. Suatu saat mereka bertemu.
Djalil : “Wah, gimana kabar kamu ?”
Agung : “Baik kawan. Mulai bulan depan aku sudah mulai bekerja di perusahaan asing.”
Djalil : “Hah? Apa sih untungnya bekerja di perusahaan asing ? salah-salah nanti kamu malah bisa terpengaruh sama pemikiran mereka yang liberal itu kawan.”
Agung : “Menurut aku, kalau kita punya prinsip kuat yang ada di dalam diri kita, mau bergaul dengan liberalis, sosialis, ataupun komunis pun tidak masalah selama kita tidak terpengaruh.”
Djalil : “Gila kamu, tidak mungkin kamu tidak terpengaruh. Jangan kawan, jangan bekerja pada orang-orang kafir itu. Aku takut kalau kamu menjadi seperti mereka.”
Agung : “Ah, sudahlah… bisa-bisa kita bertengkar gara-gara ini. Oh iya, mau coba kacamataku ?
Djalil : “Boleh”
Djalil melepas kacamatanya sendiri, dan mulai memakai kacamata Agung yang disodorkan kepadanya. Saat Djalil, memakainya, yang tampak dimatanya hanyalah cahaya yang amat menyilaukan. Sehingga nyaris membutakan matanya.
Djalil : “Ah, kacamata apa ini. Hanya membutakan mataku saja.”
Djalil membanting kacamata itu dan memakai kacamatanya sendiri sambil berjalan pergi meninggalkan Agung yang hanya bisa tersenyum bijak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
The Blogger
- Syah
- Aku selalu percaya kepada manusia. Aku hanya tak percaya pada iblis yang bersemayam di hati mereka.
Recent Comments
Tags
Archives
- October 2008 (3)
- August 2008 (6)
- June 2008 (2)
- May 2008 (1)
- April 2008 (3)
- March 2008 (2)
- January 2008 (1)
- November 2007 (1)
- October 2007 (1)
- September 2007 (1)
- August 2007 (3)
- July 2007 (1)
- June 2007 (2)
- May 2007 (3)
- April 2007 (1)
- March 2007 (5)
- February 2007 (7)
- January 2007 (13)
- December 2006 (11)
- November 2006 (14)
Sebetulnya orang2 spt Djalil itulah yg menyebabkan permusuhan antar agama di Indo, smoga msh byk orang spt Agung .
ah djalil....hanya kacamatamu saja yg benar, kacamata orang laen salah mulu....gitu deeehh
@kenny : amiiiiiin... :-)
@dian mercury : tapi kacamatanya djalil merknya Oakley lho mbak... hehehe
ya, betul memang setuju sama mbak kenny!!
artikel yang sama bisa dibaca di sini :)
kapan ya, kita jadi bangsa yg open minded kyk si agung? indah sekali kalo semua bisa seperti dia.\
btw, kamu penasaran, ada apa aku dengan mas ndobos? jawabnya, we're friends. tapi sangat sangat sangat deket :)
salam
@joni : artikelnya bagus bung. aku malah jadi inget cerpennya AA Navis yg judulnya Robohnya Surau Kami
@venus : aku juga bertanya2 begitu mbak.
Dengan mas ndobos itu bukan TTM kan? Ta'aruf Tapi Mesra... hehehe
mungkin saja djalil tidak terbiasa dgn kacamata yg merknya bukan Oakley...
@QQ : Djalil hanya terbiasa dengan kacamata kuda cap Oakley.. :-P
suruh pake softlens ajah si djalil...
@tikabanget : malah tambah ra iso ndelok ngko...
menampilkan dua sosok yang memiliki karakter masing2. yang satu bersifat konsevatif dan satu lagi cenderung moderat.
mana yang terbaik?
dua2nya terbaik, menurut mereka masing2 tentunya.
@gaussac : wow... komentar bagus. tampaknya anda sangat memahami judul dari entry saya.
ada bagi-bagi kacamata oakley yak...? mauw donk... :P
@bagonk : iya neh lg bagi2 kacamata kuda cap oakley
---------------------
kalau kita punya prinsip kuat yang ada di dalam diri kita, mau bergaul dengan liberalis, sosialis, ataupun komunis pun tidak masalah selama kita tidak terpengaruh.
---------------------
Seep...!
@manusiasuper : seep juga... karena anda telah meninggalkan komen. makasih ya...
Jadi ini to entry yang waktu itu di sms ke lia?
Yaahh..seandainya semua orang di dunia bisa open mind seperti Agung.
Bahkan Rasulullah Muhammad SAW saja bersikap opan minded ko. Beliau tidak pernah memulai permusuhan kecuali mereka maemulainya terlebih dahulu.