Adat Tak Bisa Diubah Oleh Kekuatan Apapun

Saat ini Shinta telah beranjak dewasa. Usianya telah memasuki 17 tahun. Dia dibesarkan oleh keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan adat daerahnya. Karena itu, di usianya sekarang ini, dia tak pernah merasakan betapa manisnya masa remaja. Adatnya membatasi ruang geraknya untuk tidak keluar malam, berpergian sendirian, meski kadang semua itu dirasa perlu baginya.
Ayah Shinta adalah seorang yang konservatif. Dia mendidik anaknya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh orang tuanya dulu. Tanpa bisa memahami perasaan sang anak. Ketika Shinta mulai menyanggah pendapat ayahnya, pipi Shinta ditamparnya sambil berkata "Kalau dinasehati orang tua, jangan membantah". Padahal Shinta tahu bahwa dia tidak membantah, dia hanya ingin mengajak ayahnya berdiskusi. Bagi ayahnya, mengatur anak adalah mutlak berada ditangannnya. Dan diskusi adalah sesuatu yang dianggap tabu dalam adatnya.
Ibu Shinta seorang yang patuh terhadap suami. Dia sebenarnya tak menyetujui cara suaminya mendidik Shinta. Tapi adatnya lagi-lagi membatasinya bahwa tidak sepatutnya seorang istri menentang suami.
Saat usia Shinta memasuki 19 tahun, dia harus menuntut ilmu di luar kota. Kota yang sama sekali belum pernah dijamahnya seumur hidupnya. Ayahnya pun percaya, dengan caranya mendidik Shinta dan nilai-nilai budaya yang ditanamkannya, Shinta tak akan terjerumus oleh pergaulan yang dianggapnya tak sesuai dengan adat daerahnya.
Tapi kenyataan berkata lain. Shinta yang selama ini selalu terkekang oleh ayahnya, perlahan-lahan mulai menemukan kebebasan. Kebebasan yang bertentangan dengan nilai-nilai adat dan budaya yang ditanamkan ayahnya. Dan sampai pada akhirnya, Shinta hamil di luar nikah.
Ayahnya yang telah mengetahui hal ini, menampar Shinta habis-habisan. Setiap tamparannya seolah berkata "Anak tak tahu adat, anak pembangkang, anak bikin malu orang tua". Hingga akhirnya sang ayah memutuskan untuk menggugurkan kandungan Shinta. Karena baru mengetahui bahwa orang yang menghamili Shinta, adalah lelaki yang berbeda latar belakang budaya dan adat daerahnya. Ibunya hanya bisa menangisi penderitaan Shinta tanpa pernah mau menentang keputusan suaminya. Shinta hanya bisa pasrah menerima nasib sebagai anak yang terlahir di keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan adat.


9 comments:

  1. QQ

    mmm...berat memang kl hrs berkomentar mengenai adat secara msh byk ortu yg terlalu mengagungkan adat istiadat mereka, seolah adat yg mereka pegang adalah yg terbaik di antara yg lainnya. padahal adat adalah juga ciptaan manusia yg juga tidak sempurna...

     
  2. Anonymous

    waduh... basi banget! hari gini masih ada adat yang begituan.

    kasian sekali mereka. adat budaya itu kan cuman hasli kreasi sekumpulan orang di suatu tempat di suatu waktu.

    jadi ayo... buang adat2 basi yang membenlenggu

     
  3. Syah

    @qq : begitulah... makanya ga sedikit kan orang tua yang ngeluh gini "Dasar anak jaman sekarang..."

    @kw : pengennya sih dibuang, tapi adat sudah terlanjur mendarah daging dengan norma, pranata, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat meski itu membelenggu kita. itu pun kadang masih dicampur-campur ama agama. gimana? susah kan mau membuangnya?

     
  4. Herman Saksono

    Saya kemarin kirim komen, tapi nggak masuk :(

    Kasus yang sulit dan ahit. Moga-moga bukan true story. Gimana ya... yang namanya adat dan budaya itu memang selalu berevolusi. Dan kalau benturan sepertinya tidak terelakkan. Apalagi adat lama dan adat baru, dengan segala kesubyektivitasnya, pasti merasa benernya sendiri.

    Tetapi, yang tidak subyektif memang adalah cara mendidik. Terlalu membebasakan anak jelas tidak bagus, tapi terlalu mengekang sampai anak tidak bisa melakukan decision sendiri, ya hasilnya mungkin seperti kisah tadi. :(

    My 2 cents

     
  5. Syah

    @herman : wuih... dikasih 2 cents.
    ini memang bukan true story, tapi aku yakin kalo cerita ini pasti pernah dialamin oleh beberapa keluarga.
    emang bener kalo adat n budaya akan berevolusi. kayaknya cuma itu jalan satu2nya untuk merubah adat yang kadang membelenggu. moga aja arah evolusinya ke yang lebih baik. n doakan juga moga caraku dan istriku mendidik anakku kelak tak seperti ayah Shinta itu.

     
  6. Herman Saksono

    Amin :)

     
  7. Er Maya

    ayahnya kejem..diktator gitu huh!

     
  8. Syah

    @maya : tapi tak sediktator bapak tiri kan? hehehehehe

     
  9. Ferby Freedom

    Adat, buat gw itu semua adalah sesuatu yang sama sekali tidak penting.
    ayah saya juga hampir mirip dengan cerita diatas, dari kecil bahkan sampai sekarang, ayah saya mendidik saya dengan ketentuan dan norma2 adat yang turun temurun diturunkan dari kakek saya, kehidupan saya sangat dibatasi seperti : tidak boleh keluar malam, berpergian sendirian dll.. padahal saya ini pria.. dan kekangan adat itu berakhir ketika saya mulai masuk kuliah, dimana pada suatu hari saya sangat marah dengan ayah saya dan membanting barang2 yang ada dirumah.. saya benci dengan kekangan2 adat yang hanya membatasi ruang gerak saya. hingga pada akhirnya ayah saya melepas saya dari ikatan dan peraturan2 adat yang menurut saya tidak penting. sekarang saya diberi kebebasan dan itu sangat melegakan batin saya yang selama ini tertekan di keluarga saya.

    anda ingin tau saya lebih dalam, atau ingin mendengarkan cerita2 curhat saya yang lain?
    add saya aja di friendster : underground_ferbysubaru@yahoo.com

    saya tunggu.
    salam kebebasan

    Freedom
    Independence
    Liberalism

     

Post a Comment